Bapa, kasihMu telah memadamkan bara benci di setiap hati insan. Dendam yang membara kini telah padam dan semakin redup. Namun keredupan rasa benci seolah-olah tidak sepadan dengan tanah dan bumi yang semakin memanas ini. Dosa yang dahulu semakin menjauh, kini berada di samping anakMu. Lihatlah, tulang tanganku serasa patah untuk mencangkul tanah yang telah berubah menjadi batu, tumbuhan yang ku tanam semakin lesu dan kering, akarnya tidak mampu bertahan dalam tanah yang gersang dan tandus.
Bapa, seperti pada permulaan segala sesuatunya, berikan firman agar air menguap, berikan perintah agar awan menampung dan berikan ucapan agar hujan menurut untuk turun. Rindu sudah telinga ini untuk mendengar gelegar petir yang menghunus ke perut bumi, rindu sudah telinga ini mendengar titik-titik air yang terhempas pada daun-daun cemara. Aku ingin mengulangi bersuara keras di dalam rumah sebab suara hujan menguasai ruangan istana mungil hambaMu. Berikan air peredam abu, agar anak-anakMu bersukacita untuk menyapu rumah ibadah yang berlantai tanah. Agar jemaatMu tidak ragu untuk duduk tenang pada kursi-kursi gedungMu. Agar cakrawala kembali bersinar dengan udara yang bersih.
Bapa, lihatlah jemaatMu yang kini di ambang putus asa, sebab tanah mereka tidak lagi menghasilkan pangan, sebab mata air sudah mulai tertutup. Tiada lagi penyejuk tanah yang mampu membangkitkan sorak-sorai pepohonan. Tiada lagi penyejuk tanah yang mampu mengembangkan payung-payung untuk berteduh.
Berucaplah Engkau ya Bapa.... agar bumi ini menurut, agar senda tawa dan sukacita kembali terlahir dalam gerejaMu yang kudus. Amin.
Label:
Realita